Rabu, 23 Juni 2021

BAB III Riwayat Onderneming Mento Toelakan

 

                                                                        BAB III         

                                                Riwayat Onderneming Mento Toelakan

            Berdasarkan sumber sezaman, Mento Toelakan dicatat sebagai lahan enclave Praja Mangkunegaran. Batas wilayah milik mangkunegaran dan juga Kasunanan dibuatkan paal atau tugu batas. Ada beberapa kemungkinan tanah Mento Toelakan busa disewa oleh pemodal asing saat pemberlakuan kebijakan penarikan apanage.Pertama, Mento Toelakan tetap dikelola oleh narapraja ataupun anggota lepium Mangkunegaran. Kedua, lahan Mento Toelakan terlanjur disewakan kepada pengusaha swasta. Ketiga, lahan Mento Toelakan berada di zona abu-abu antara milik kasunanan atau Mangkunegaran. Terakhir, penyewa tanah mendapat dukungan dari pejabat colonial sehingga Mangkunegara IV mesti mengizinkan penyewaan tanah apanage yang berada di wilayah enklaf miliknya.

            Didalam Regerings-Almanak voor Nederlandsch-Indie disebutkan bahwa Mento Toelakan merupakan salah satu perkebunan orang-orang eropa dluar kontrak dengan gubernemen. Selama menjadi perkebunan, lahan Mento Toelakan telah mengalami beberapa kali pergantian penyewa. Mereka membudidayakan beberapa tanaman komoditas yang dikembangkan didaerah barat laut Wonogiri seperti kopi, tembakau, indigo, kapuk, lada, dan serat nanas.

 

A.    Mencoba Keberuntungan : Perkebunan Kopi di Mento Toelakan 1863-1897

            Perkebunan Mento Toelakan memiliki luas 1.416.5 bouws atau sekitar 1,048.21 ha. Kawasan Mento Toelakan berada di lereng kaki gunung lawu dengan ketinggian 600 kaki pada salah satu sisinya. Onderneming Mento Toelakan memiliki karakter tanah lempung merah atau coklat. Bedasarkan kondisi geografi, Mento Toelakan dianggap cocok untuk di tanami kopi. Pada 1863, pengelola perkebunan yang tercatat dalam Regerings-Almanak voor Nederland –indie adalah D. N Nolten juga merupakan ondermener (pemilik perkebunan) atau hanya administrator. Selain kopi Nolten juga mencoba tanaman komoditas lainya pada tahun 1965 yaitu tembakau sebagai tamanan pendamping. Pada tahun 1869 perkebunan Mento Toelakan dilaporkan hanya menanam atau menghasilkan tembakau. Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan, apakah keberhasilan panen tembakau pada tahun sebelumnya telah merubah pemikiran dari Nolten untuh merubah tanaman perkebunan.

            Pada tahun 1870 laporan menunjukan,komoditas perkebunan Mento Toelakan adalah tanaman kopi. Laporan tersebut mematahkan laporan 1869 yang hanya mencatat tembakau saja. Laporan 1869 jelas menimbulkan keracunan karena Mento Toelakan memproduksi kopi lagi pada tahun berikutnya. Kopi merupakan tanaman tahunan bukan tanaman musiman, sebagaimana padi dan tembakau yang bisa ditanam secara bergantian. Kopi membutuhkan waktu untuk tumbuh yang lebih lama daripada tembakau. Sementara itu pada tahun 1875-1876 telah menjadi perubahan pengelola atau penyewa onderneming mento toelakan, status pengelolaan perkebunan diambil alih oleh P.W.G Gout. P.W.G Gout meerupakan salah satu pengusaha perkebunan kopi kenamaan di Vorstenlanden. Usaha perkebunan Gout rupanya semakin berkembang. Tahun 1817, Gout memiliki beberapa perkebunan kopi diarea Vorstenlanden diantaranya Pagerdjoerang, Pakem, Tiris,Boeloe dan Kajoeapak. Pada tahun 1885 P.W.G. Gout tercatat sebagai pemilik perkebunan kopi Mento Toelakan, Pakem,Tiris, dan Assemlegie.

            Pada tahun 1882 produksi awal dari perkebunan kopi Mento Toelakan sebesar 267 pikul, tahun 1883 produksi kopi berjumlah 2.100 pikul, tahun 1884, produksi kopi berjumlah 100 pikul . produksi kopi memang sangat mengalami lonjakan signifikan sejak tahun 1882 hingga 1883. Penyebab penurunan produksi kopi di Hindia-Belanda pada periode itu adalah penyakit karat daun (Hemileia vastatrix). Usaha penanaman tembakau di Mento Toelakan dibarengi dengan pembangunan gudang. Tahun 1889, perkebunan Mento Toelakan dilaporkan memiliki tiga buah gudang tembakau.

            Tahun 1890, P. Buwalda mulai mengurus perkebunan mento toelakan sebagai administrator. Namun perkebunan masih dimiliki oleh J.C Buwalda . baru tahun 1893 P. Buwalda tercatat sebagai ondermener sekaligus administrator ondermening Mento Toelakan. Proses pemindahtanganan kepengelolaan berlangsung cepat karena J.C Buwalda dan P. Buwalda memiliki kedekatan relasi. Sebelum menjadi administrator dan pemilik perkebunan Mento Toelakan P. Buwalda pernah bekerja pada perusahaan penebangan kayu di grobogan segera setelah tiba di Hindia-Belanda  dari negeri kincir angina (Belanda). Kemudian perusahaan penebangan kayu tersebut dikuasai dengan menggunakan nama Buwalda& Co. perusahaan tersebut didirikan pada 1 Januari 1894. Kiprah Buwalda dalam kepemikiran perusahaan terus berkembang. Beberapa perusahaan atau perkebunan diakuisisi oleh Buwalda. Buwalda juga menjadi direktur, komisaris dan administrator pada beberapa perkebunan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Salah satu perkebunan yang di kuasisi setelah perusahaan penebangan kayu adalah perkebunan Mento Toelakan di Wonogiri.

            Tahun 1895, P. Buwalda tidak bisa mengelola Mento Toelakan sendiri secara  langsung dikarenakan sibuk mengurus banyaknya perusahaan perkebunan di Jawa Tengah dan Jawa Timur baik sebagai direktur,komisaris,ataupun administrator. P. Buwalda menunjuk C.F.W,K  Happe sebagai administrator untuk mengatur perkebunan Mento Toelakan. Happe menjabat sebagai administrator perkebunan Mento Toelakan sampai tahun 1901, sebelum menduduki kursi administrator Onderneming Mento Toelakan, Happe merupakan pegawai yang bekerja untuk Hijgen de Raadt di Demak. Happe ialah anak F. Happe yang merupakan anggota Raad van Indie.

 

A.           Masa Transisi : Dari Kopi ke Serat 1897-1910

            Pada tahun pertama menjabat C.Happe tidak banyak melakukan perubahan. Ondernemer Mento Toelakan masih nyaman dengan rimbunan pohon-pohon kopi, pada tahun 1897 P.Buwalda ingin mencoba tanaman kakao dan tanaman serat. Kakao dan kapuk menjadi tanaman pendamping kopi. Kakao mulai dibudidayakan di Hindia Belanda pada abad XIX. Keberadaan tanaman kapuk menjadi awal pembudidayaan tanaman serat di perkebunan Mento Toelakan.

            Selain kakao dan kapuk Happe selaku administrator melakukan penanaman lada pada tahun 1899. Namun demikian, lada hanya dimanfaatkan sebagai tanaman pendamping kopi sebagaimana kakao dan kapuk. Selain itu,pengurus perkebunan ingin mencoba memaksimalkan tembakau sebagai tanaman komoditas pendamping kopi pada 1989. Karena adanya kegagalan penanaman tembakau yang disebabkan oleh kebakaran gudang maka Happe mencari pengawas perkebunan yang bertugas untuk memantau perkembangan budidaya tembakau.

            Rencana proyek pengembangan tembakau di Mento Toelakan dimulai pada 1 juni 1989. Keinginan membudidayakan tembakau di Mento Toelakan diwujudkan pada masa akhir kepemimpinan C. Happe pada tahun 1901. Kemudian kepemimpinan digantikan oleh H.C.B.Onken. Ciri khas dari masa Happed an Onken adalah menanam berbagai jenis tanaman perkebunan seperti kakao, kapuk, lada, dan tembakau. Dan kopi menjadi utamanya.

            Pada tahun 1905, tanaman kopi yang merupakan komoditas utama mulai digantikan sisal. Oleh karena masih dalam tahap peralihan, perekebunan Mento Toelakan masih mempertahankan kopi di sebagian lahan. Pada tahun 1906 Mento Toelakan didaftarkan sebagai perusahan dan pada tahun 1907 baru disetujui atas nama P. Buwalda dan Th.B.Playte. Pendaftaran perkebunan sebagai perusahaan menjadi penanda semakin terbukanya perkebunan pada pasar modal.

            Perkebunan serat juga tidak menghasilkan keuntungan besar. Akan tetapi, P.Buwalda jeli melihat bahwa kebutuhan karung-karung goni dalam industry gula ataupun kopi semakin besarseiring dengan perkembangan industry gula dan kopi di Hindia Belanda khususnya Jawa. Buwalda seolah-olah weruh sakdurunge winarah karena sudah mempersiapkan Mento Toelakan sebagai sentra penghasil serat jauh sebelum tanaman serat nanas menjadi tren di Hindia Belanda pada 1920 an. Pembudidayaan kopi lambat laun menjadi tanaman pendamping serat nanas karena dianggap kurang produktif.

            Pada tahun 1906 H.M.Middlebeek diserahi jabatan sebagai kepala administrator di Mento Toelakan guna menggantikan H.C.B Onken. Pembudiyaan tembakau dimanfaatkan untuk mengisi kekosongan panen tanaman komoditas lainnya pada musim-musim tertentu. Kebijakan tersebut berlangsung hingga 1910. Pada tahun 1908 Onderneming Mento Toelakan mulai memasarkan jenis tanaman serat nanas baru yakni agave rigida . Pada masa P. Buwalda Mento Toelakan menjelma sebagai perkebunan penghasil serat rosella, rami, kapas/kapuk, dan serat nanas selain masih memproduksi beberapa tanaman lainnya seperti kopi dan tembakau.

            Hal yang menarik selama periode 1897 hingga 1910 adalah perkebunan Mento Toelakan tidak dipegang oleh pemilik secara langsung. Perkebunan serat juga tidak terlalu bergantung pada pasar internasional karena dapat memenuhi kebutuhan pasar lokal. Hal ini membuat kondisi perusahaan lebih stabil dibandingkan ketika memproduksi kopi yang sangat bergantung dengan pasar internasional.

 

B.    Masa Kejayaan:Vezel Onderneming Mento Toelakan 1910-194

            Dibawah kendali perusahaan Buwalda, perkebunan ini menjelma menjadi Vesel Onderneming Mento Toelakan. Vezel Onderneming Mento Toelakan perlu mengembangkan beberapa varietas serat untuk menemukan hasil secara terbaik. Serat-serat tersebut juga bisa dijadikan sebagai bahan campuran olahan serat nanas menjadi tanaman komoditas utama perkebunan ini. Pada tahun 1912 terdapat tanaman yute jawa. Tanaman ini memiliki fungsi sebagai penghasil serat alam dan penyerap CO2 yang sangat baik untuk proses fotosintesis. Tanaman yute merupakan tanaman sekunder. Keuntungan dari tanaman yute jawa adalah minim biaya perawatan dan dapat tumbuh di tanaman serat nanas. Pada masa awal  pertumbuhan tanaman serat nanas di Mento Toelakan memberikan hasil yang menggembirakan. Tanaman serat nanas rupanya sangat cocok dengan kondisi tanah dan iklim di Mento Toelakan. Masa produktif tanaman serat nanas tergolong lama mencapai puluhan tahun. Agar tetap produktif serat nanas yang telah berusia 20 tahun diremajakan atau diganti dengan tanaman yang baru.

            Serat yang dihasilkan Onderneming Mento Toelakan di kategorikan sebagai salah satu yang terbaik di Hindia-Belanda. Kualitas serat Mento Toelakan dibuktikan dengan sertifikat penghargaan yang diperoleh perkebunan Mento Toelakan. Agar dapat mempertahankan predikat penghasil serat terbaik, perkebunan Mento Toelakan menanam tiga jenis serat nanas ketiga serat nanas memiliki karakter atau ketahananan hasil yang berbeda-beda. Tiga jenis serat nanas yang ditanam di perkebunan Mento Toelakan diantaranya agave rigida,agave cantala dan agave sisalana. Agave cantala memiliki karakter lebih bandel dan berumur panjang, sedangkan agave sisalana lebih banyak menghasilkan serat. Salah satu serat nanas yang di rekomendasikan untuk ditanam di perkebunan yang kurang subur adalah agave cantala. Jenis serat nanas ini memiliki usia produksi yang lebih panjang. Serat yang didapatkan dihasilkan dari jenis serat nanas agave cantala adalah sekitar lima persen.

            Pada tahun 1930 Mento Toelakan telah menemukan jenis serat yang paling cocok untuk dibudidayakan yaitu agave sisalana. Mento Toelakan juga menjadi salah satu sentra pembibitan serat nanas. Baik hasil panen maupun bibit dari perkebunan lantas di tawarkan ke berbagai penjuru daerah di Hindia-Belanda. Perusahaan mendatangkan alat-alat modern untuk menunjang kegiata pengolahan serat. 1911 Cultuurmaatschappij Mento Toelakan membeli mesin untuk pengolahan dan pembersih serat. Uji coba mesin pembersih serat dilakukan psds 25 April 1911. Mesin-mesin digunakan untuk mengolah serat mentah menjadi serat setengah jadi. Serat setengah jadi ini nantinya di bawa ke pabrik-pabrik tekstil dalam bentuk benang atau serat yang sudah dipinal.

            Perkebunan Mento Toelakan juga menggunakan teknologi traktor guna menggarap lahan perkebunan mereka. 1913 traktor mulai di perkenalkan untuk mengolah tanah sehingga dapat mengolah lahan secara efektif dan efesien. Berbagai kemajuan teknologi yang digunakan di perkebunan tidak di imbangi dengan sistem pengairan yang memadai. Sistem pengairan masing menggunakan pengairan yang ada di sekitarnya. Hal ini berdampak pada pengairan lahan perkebunan saat musim kemarau yang sulit mendapatkan pasokan air karena bergantung pada tadah hujan. Untuk mempermudah pengangkutan hasil panen, perkebunan membuat jalur lori yang menghubungan kawasan perkebunan dengan pabrik pengolahan serat. Pembuatan jalur lori yang menghubungkan kawasan perkebunan dengan pabrik pengolahan serat. Lori bisa ditarik oleh lokomotif kecil,sapi,atau kerbau dan manusia. Penggunaanya tergantung jarak atau beban yang ditarik. Pada perkebunan Mento Toelakan terapat dua jenis lori, yaitu lori yang menggunakan rel dan lori yang menggunakan gantungan atau semacam gondola.

            Bedasarkan struktur organisasi, pengusaha (onernemer) menempati posisi puncak. Posisi tinggi selanjutnya adalah administrator manajer perkebunan. Ada ondernemer yang merangkap sebagai administrateur, termasuk Mento Toelakan pada periode awal. Jika perkebunan adalah bagian dari perusahaan,administrator bertanggung jawab terhaap direksi perusahaan. Di perkebunan sendiri,administrator yang menempati posisi puncak. Jabatan tertinggi yang bisa diraih bumiputra di Onderneming Mento Toelakan adalah Hoofd Mandoor atau kepala mandor. Pada 1924 administrator perkebunan berganti P.W.C Blankwaardt yang memiliki banyak pengalaman dalam kepengurusan perkebunan di jawa, diangkat sebagai administrator handal. Ia juga memiliki relasi yang luas. Relasi memiliki Blankwaardt sangat di butuhkan untuk mengembangkan roda bisnis Onderneming Mento Toelakan. Pendekatan Blankwaardt untuk membangun relasi dunia bisnis juga dilakukan melalui pernikahan putrinya. Helena P.F Blankwaardt, anak kedua Blankwaardt dinikahkan dengan anak pemimpin perusahaan S.F Djatiwangi di Cirebon.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB IV LAYU SEBELUM BERKEMBANG : MENGHIDUPKAN KEMBALI INDUSTRI SERAT (1942-1996)

BAB IV LAYU SEBELUM BERKEMBANG : MENGHIDUPKAN KEMBALI INDUSTRI SERAT (1942-1996)             Pada periode 1940 an merupakan masa yang tida...