BAB III
Riwayat Onderneming Mento
Toelakan
Berdasarkan sumber sezaman, Mento Toelakan dicatat sebagai lahan enclave Praja
Mangkunegaran. Batas wilayah milik mangkunegaran dan juga Kasunanan dibuatkan
paal atau tugu batas. Ada beberapa kemungkinan tanah Mento Toelakan busa disewa
oleh pemodal asing saat pemberlakuan kebijakan penarikan apanage.Pertama, Mento
Toelakan tetap dikelola oleh narapraja ataupun anggota lepium Mangkunegaran.
Kedua, lahan Mento Toelakan terlanjur disewakan kepada pengusaha swasta. Ketiga,
lahan Mento Toelakan berada di zona abu-abu antara milik kasunanan atau
Mangkunegaran. Terakhir, penyewa tanah mendapat dukungan dari pejabat colonial
sehingga Mangkunegara IV mesti mengizinkan penyewaan tanah apanage yang berada
di wilayah enklaf miliknya.
Didalam Regerings-Almanak voor Nederlandsch-Indie disebutkan bahwa
Mento Toelakan merupakan salah satu perkebunan orang-orang eropa dluar kontrak
dengan gubernemen. Selama menjadi perkebunan, lahan Mento Toelakan telah
mengalami beberapa kali pergantian penyewa. Mereka membudidayakan beberapa
tanaman komoditas yang dikembangkan didaerah barat laut Wonogiri seperti kopi,
tembakau, indigo, kapuk, lada, dan serat nanas.
A. Mencoba
Keberuntungan : Perkebunan Kopi di Mento Toelakan 1863-1897
Perkebunan Mento Toelakan memiliki
luas 1.416.5 bouws atau sekitar 1,048.21 ha. Kawasan Mento Toelakan berada di
lereng kaki gunung lawu dengan ketinggian 600 kaki pada salah satu sisinya.
Onderneming Mento Toelakan memiliki karakter tanah lempung merah atau coklat.
Bedasarkan kondisi geografi, Mento Toelakan dianggap cocok untuk di tanami
kopi. Pada 1863, pengelola perkebunan yang tercatat dalam Regerings-Almanak
voor Nederland –indie adalah D. N Nolten juga merupakan ondermener
(pemilik perkebunan) atau hanya administrator. Selain kopi Nolten juga mencoba
tanaman komoditas lainya pada tahun 1965 yaitu tembakau sebagai tamanan
pendamping. Pada tahun 1869 perkebunan Mento Toelakan dilaporkan hanya menanam
atau menghasilkan tembakau. Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan, apakah
keberhasilan panen tembakau pada tahun sebelumnya telah merubah pemikiran dari
Nolten untuh merubah tanaman perkebunan.
Pada tahun 1870 laporan
menunjukan,komoditas perkebunan Mento Toelakan adalah tanaman kopi. Laporan
tersebut mematahkan laporan 1869 yang hanya mencatat tembakau saja. Laporan
1869 jelas menimbulkan keracunan karena Mento Toelakan memproduksi kopi lagi
pada tahun berikutnya. Kopi merupakan tanaman tahunan bukan tanaman musiman, sebagaimana
padi dan tembakau yang bisa ditanam secara bergantian. Kopi membutuhkan waktu
untuk tumbuh yang lebih lama daripada tembakau. Sementara itu pada tahun
1875-1876 telah menjadi perubahan pengelola atau penyewa onderneming mento
toelakan, status pengelolaan perkebunan diambil alih oleh P.W.G Gout. P.W.G
Gout meerupakan salah satu pengusaha perkebunan kopi kenamaan di Vorstenlanden.
Usaha perkebunan Gout rupanya semakin berkembang. Tahun 1817, Gout memiliki
beberapa perkebunan kopi diarea Vorstenlanden diantaranya Pagerdjoerang, Pakem,
Tiris,Boeloe dan Kajoeapak. Pada tahun 1885 P.W.G. Gout tercatat sebagai
pemilik perkebunan kopi Mento Toelakan, Pakem,Tiris, dan Assemlegie.
Pada tahun 1882 produksi awal dari
perkebunan kopi Mento Toelakan sebesar 267 pikul, tahun 1883 produksi kopi
berjumlah 2.100 pikul, tahun 1884, produksi kopi berjumlah 100 pikul . produksi
kopi memang sangat mengalami lonjakan signifikan sejak tahun 1882 hingga 1883.
Penyebab penurunan produksi kopi di Hindia-Belanda pada periode itu adalah
penyakit karat daun (Hemileia vastatrix). Usaha penanaman tembakau di Mento
Toelakan dibarengi dengan pembangunan gudang. Tahun 1889, perkebunan Mento
Toelakan dilaporkan memiliki tiga buah gudang tembakau.
Tahun 1890, P. Buwalda mulai
mengurus perkebunan mento toelakan sebagai administrator. Namun perkebunan
masih dimiliki oleh J.C Buwalda . baru tahun 1893 P. Buwalda tercatat sebagai
ondermener sekaligus administrator ondermening Mento Toelakan. Proses
pemindahtanganan kepengelolaan berlangsung cepat karena J.C Buwalda dan P.
Buwalda memiliki kedekatan relasi. Sebelum menjadi administrator dan pemilik
perkebunan Mento Toelakan P. Buwalda pernah bekerja pada perusahaan penebangan
kayu di grobogan segera setelah tiba di Hindia-Belanda dari negeri kincir
angina (Belanda). Kemudian perusahaan penebangan kayu tersebut dikuasai dengan
menggunakan nama Buwalda& Co. perusahaan tersebut didirikan pada 1 Januari
1894. Kiprah Buwalda dalam kepemikiran perusahaan terus berkembang. Beberapa
perusahaan atau perkebunan diakuisisi oleh Buwalda. Buwalda juga menjadi
direktur, komisaris dan administrator pada beberapa perkebunan di Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Salah satu perkebunan yang di kuasisi setelah perusahaan
penebangan kayu adalah perkebunan Mento Toelakan di Wonogiri.
Tahun 1895, P. Buwalda tidak bisa
mengelola Mento Toelakan sendiri secara langsung dikarenakan sibuk
mengurus banyaknya perusahaan perkebunan di Jawa Tengah dan Jawa Timur baik
sebagai direktur,komisaris,ataupun administrator. P. Buwalda menunjuk
C.F.W,K Happe sebagai administrator untuk mengatur perkebunan Mento
Toelakan. Happe menjabat sebagai administrator perkebunan Mento Toelakan sampai
tahun 1901, sebelum menduduki kursi administrator Onderneming Mento Toelakan,
Happe merupakan pegawai yang bekerja untuk Hijgen de Raadt di Demak. Happe
ialah anak F. Happe yang merupakan anggota Raad van Indie.
A.
Masa Transisi :
Dari Kopi ke Serat 1897-1910
Pada tahun pertama menjabat C.Happe
tidak banyak melakukan perubahan. Ondernemer Mento Toelakan masih nyaman dengan
rimbunan pohon-pohon kopi, pada tahun 1897 P.Buwalda ingin mencoba tanaman
kakao dan tanaman serat. Kakao dan kapuk menjadi tanaman pendamping kopi. Kakao
mulai dibudidayakan di Hindia Belanda pada abad XIX. Keberadaan tanaman kapuk
menjadi awal pembudidayaan tanaman serat di perkebunan Mento Toelakan.
Selain kakao dan kapuk Happe selaku
administrator melakukan penanaman lada pada tahun 1899. Namun demikian, lada
hanya dimanfaatkan sebagai tanaman pendamping kopi sebagaimana kakao dan kapuk.
Selain itu,pengurus perkebunan ingin mencoba memaksimalkan tembakau sebagai
tanaman komoditas pendamping kopi pada 1989. Karena adanya kegagalan penanaman tembakau
yang disebabkan oleh kebakaran gudang maka Happe mencari pengawas perkebunan
yang bertugas untuk memantau perkembangan budidaya tembakau.
Rencana proyek pengembangan tembakau
di Mento Toelakan dimulai pada 1 juni 1989. Keinginan membudidayakan tembakau
di Mento Toelakan diwujudkan pada masa akhir kepemimpinan C. Happe pada tahun
1901. Kemudian kepemimpinan digantikan oleh H.C.B.Onken. Ciri khas dari masa
Happed an Onken adalah menanam berbagai jenis tanaman perkebunan seperti kakao,
kapuk, lada, dan tembakau. Dan kopi menjadi utamanya.
Pada tahun 1905, tanaman kopi yang
merupakan komoditas utama mulai digantikan sisal. Oleh karena masih dalam tahap
peralihan, perekebunan Mento Toelakan masih mempertahankan kopi di sebagian
lahan. Pada tahun 1906 Mento Toelakan didaftarkan sebagai perusahan dan pada
tahun 1907 baru disetujui atas nama P. Buwalda dan Th.B.Playte. Pendaftaran perkebunan
sebagai perusahaan menjadi penanda semakin terbukanya perkebunan pada pasar
modal.
Perkebunan serat juga tidak menghasilkan
keuntungan besar. Akan tetapi, P.Buwalda jeli melihat bahwa kebutuhan
karung-karung goni dalam industry gula ataupun kopi semakin besarseiring dengan
perkembangan industry gula dan kopi di Hindia Belanda khususnya Jawa. Buwalda
seolah-olah weruh sakdurunge winarah karena sudah mempersiapkan Mento
Toelakan sebagai sentra penghasil serat jauh sebelum tanaman serat nanas
menjadi tren di Hindia Belanda pada 1920 an. Pembudidayaan kopi lambat laun
menjadi tanaman pendamping serat nanas karena dianggap kurang produktif.
Pada tahun 1906 H.M.Middlebeek
diserahi jabatan sebagai kepala administrator di Mento Toelakan guna
menggantikan H.C.B Onken. Pembudiyaan tembakau dimanfaatkan untuk mengisi
kekosongan panen tanaman komoditas lainnya pada musim-musim tertentu. Kebijakan
tersebut berlangsung hingga 1910. Pada tahun 1908 Onderneming Mento
Toelakan mulai memasarkan jenis tanaman serat nanas baru yakni agave
rigida . Pada masa P. Buwalda Mento Toelakan menjelma sebagai perkebunan
penghasil serat rosella, rami, kapas/kapuk, dan serat nanas selain masih
memproduksi beberapa tanaman lainnya seperti kopi dan tembakau.
Hal yang menarik selama periode 1897
hingga 1910 adalah perkebunan Mento Toelakan tidak dipegang oleh pemilik secara
langsung. Perkebunan serat juga tidak terlalu bergantung pada pasar
internasional karena dapat memenuhi kebutuhan pasar lokal. Hal ini membuat
kondisi perusahaan lebih stabil dibandingkan ketika memproduksi kopi yang
sangat bergantung dengan pasar internasional.
B. Masa
Kejayaan:Vezel Onderneming Mento Toelakan 1910-194
Dibawah kendali perusahaan Buwalda,
perkebunan ini menjelma menjadi Vesel Onderneming Mento
Toelakan. Vezel Onderneming Mento Toelakan perlu mengembangkan
beberapa varietas serat untuk menemukan hasil secara terbaik. Serat-serat
tersebut juga bisa dijadikan sebagai bahan campuran olahan serat nanas menjadi
tanaman komoditas utama perkebunan ini. Pada tahun 1912 terdapat tanaman yute
jawa. Tanaman ini memiliki fungsi sebagai penghasil serat alam dan penyerap CO2
yang sangat baik untuk proses fotosintesis. Tanaman yute merupakan tanaman
sekunder. Keuntungan dari tanaman yute jawa adalah minim biaya perawatan dan
dapat tumbuh di tanaman serat nanas. Pada masa awal pertumbuhan
tanaman serat nanas di Mento Toelakan memberikan hasil yang menggembirakan.
Tanaman serat nanas rupanya sangat cocok dengan kondisi tanah dan iklim di
Mento Toelakan. Masa produktif tanaman serat nanas tergolong lama mencapai
puluhan tahun. Agar tetap produktif serat nanas yang telah berusia 20 tahun diremajakan
atau diganti dengan tanaman yang baru.
Serat yang dihasilkan Onderneming
Mento Toelakan di kategorikan sebagai salah satu yang terbaik di
Hindia-Belanda. Kualitas serat Mento Toelakan dibuktikan dengan sertifikat
penghargaan yang diperoleh perkebunan Mento Toelakan. Agar dapat mempertahankan
predikat penghasil serat terbaik, perkebunan Mento Toelakan menanam tiga jenis
serat nanas ketiga serat nanas memiliki karakter atau ketahananan hasil yang
berbeda-beda. Tiga jenis serat nanas yang ditanam di perkebunan Mento Toelakan
diantaranya agave rigida,agave cantala dan agave sisalana. Agave cantala
memiliki karakter lebih bandel dan berumur panjang, sedangkan agave sisalana
lebih banyak menghasilkan serat. Salah satu serat nanas yang di rekomendasikan
untuk ditanam di perkebunan yang kurang subur adalah agave cantala. Jenis serat
nanas ini memiliki usia produksi yang lebih panjang. Serat yang didapatkan
dihasilkan dari jenis serat nanas agave cantala adalah sekitar lima persen.
Pada tahun 1930 Mento Toelakan telah
menemukan jenis serat yang paling cocok untuk dibudidayakan yaitu agave
sisalana. Mento Toelakan juga menjadi salah satu sentra pembibitan serat nanas.
Baik hasil panen maupun bibit dari perkebunan lantas di tawarkan ke berbagai
penjuru daerah di Hindia-Belanda. Perusahaan mendatangkan alat-alat modern
untuk menunjang kegiata pengolahan serat. 1911 Cultuurmaatschappij Mento
Toelakan membeli mesin untuk pengolahan dan pembersih serat. Uji coba mesin
pembersih serat dilakukan psds 25 April 1911. Mesin-mesin digunakan untuk
mengolah serat mentah menjadi serat setengah jadi. Serat setengah jadi ini
nantinya di bawa ke pabrik-pabrik tekstil dalam bentuk benang atau serat yang
sudah dipinal.
Perkebunan Mento Toelakan juga
menggunakan teknologi traktor guna menggarap lahan perkebunan mereka. 1913
traktor mulai di perkenalkan untuk mengolah tanah sehingga dapat mengolah lahan
secara efektif dan efesien. Berbagai kemajuan teknologi yang digunakan di
perkebunan tidak di imbangi dengan sistem pengairan yang memadai. Sistem
pengairan masing menggunakan pengairan yang ada di sekitarnya. Hal ini
berdampak pada pengairan lahan perkebunan saat musim kemarau yang sulit
mendapatkan pasokan air karena bergantung pada tadah hujan. Untuk mempermudah
pengangkutan hasil panen, perkebunan membuat jalur lori yang menghubungan
kawasan perkebunan dengan pabrik pengolahan serat. Pembuatan jalur lori yang
menghubungkan kawasan perkebunan dengan pabrik pengolahan serat. Lori bisa
ditarik oleh lokomotif kecil,sapi,atau kerbau dan manusia. Penggunaanya
tergantung jarak atau beban yang ditarik. Pada perkebunan Mento Toelakan
terapat dua jenis lori, yaitu lori yang menggunakan rel dan lori yang
menggunakan gantungan atau semacam gondola.
Bedasarkan struktur organisasi,
pengusaha (onernemer) menempati posisi puncak. Posisi tinggi selanjutnya adalah
administrator manajer perkebunan. Ada ondernemer yang merangkap sebagai
administrateur, termasuk Mento Toelakan pada periode awal. Jika perkebunan
adalah bagian dari perusahaan,administrator bertanggung jawab terhaap direksi
perusahaan. Di perkebunan sendiri,administrator yang menempati posisi puncak.
Jabatan tertinggi yang bisa diraih bumiputra di Onderneming Mento Toelakan
adalah Hoofd Mandoor atau kepala mandor. Pada 1924 administrator perkebunan
berganti P.W.C Blankwaardt yang memiliki banyak pengalaman dalam kepengurusan
perkebunan di jawa, diangkat sebagai administrator handal. Ia juga memiliki
relasi yang luas. Relasi memiliki Blankwaardt sangat di butuhkan untuk
mengembangkan roda bisnis Onderneming Mento Toelakan. Pendekatan Blankwaardt
untuk membangun relasi dunia bisnis juga dilakukan melalui pernikahan putrinya.
Helena P.F Blankwaardt, anak kedua Blankwaardt dinikahkan dengan anak pemimpin
perusahaan S.F Djatiwangi di Cirebon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar